Hukum Ketatanegaraan Tidak Mengenal DPR Non Aktif, Hanya PAW

Daerah
Dilihat 516

Jakarta, – Kompasnews.co.id
Di tengah hiruk pikuk politik yang kerap dipoles dengan istilah manipulatif, publik kembali disuguhi drama murahan bernama “Anggota DPR Non Aktif”. Istilah ini jelas-jelas tidak pernah dikenal dalam sistem hukum ketatanegaraan Indonesia. Konstitusi dan Undang-Undang MD3 hanya mengenal satu mekanisme: Pergantian Antar Waktu (PAW).

Advokat Dr. Marulitua Sianturi, S.H., M.H., menegaskan hal itu dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (2/9/2025). Ia menilai, penempatan status “non aktif” bukan hanya menyesatkan publik, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap asas legalitas. “Konstitusi tidak mengenal DPR non aktif. Jika ada masalah, jalurnya adalah PAW. Titik,” ujarnya lantang.

Ironisnya, sejumlah partai politik justru berlindung di balik istilah abu-abu ini. Lima anggota DPR RI – Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (Nasdem), Eko Patrio, Uya Kuya, serta Adies Kadir (Golkar) – disebut dinonaktifkan setelah menuai kontroversi. Namun, alih-alih benar-benar kehilangan kedudukan, mereka masih nyaman menerima gaji, tunjangan, serta fasilitas negara yang dibiayai oleh keringat rakyat.

Inilah praktik politik setengah hati: menenangkan publik dengan pencitraan, tapi tetap memelihara privilese kekuasaan. DPR yang seharusnya jadi rumah rakyat, malah diperlakukan bak panggung sandiwara, penuh istilah fiksi yang tidak pernah tercatat dalam hukum.

Jika partai politik serius menegakkan aturan, maka mekanismenya jelas: lakukan PAW, bukan sekadar menempelkan stempel “non aktif” yang tak punya dasar hukum. Tanpa itu, semua drama ini hanyalah permainan kata untuk membungkus kenyataan: rakyat tetap membayar, meski wakilnya tak lagi dipercaya.

Redaksi

You might also like