Sawit adalah ‘petaka’ bagi petani Kelapa Dalam

Daerah
Dilihat 282

Oleh : Asrul Lamunu

HAL-SEL_Kompasnews.Co.Id-Masyarakat Gane sendiri dulu sejak ratusan tahun meramu hutan dengan bercocok tanam jenis Kelapa/Nyiur (Cocos Nucifera). Polarisasi ini dilakukan turun temurun dari generasi ke generasi dan menjadi identitas bagi masyarakat (petani) di Gane dan Maluku Utara umumnya.

Kelapa selain menjadi komoditi unggulan masyarakat Gane sebagai unsur pemenuhan kebutuhan ekonomi sehari-hari, Kelapa juga menjadi bagian terpenting dalam berbagai ritual masyarakat. Sebut saja, kelahiran, pernikahan, kematian dan seterusnya membutuhkan Kelapa sebagai unsur pelangkap dalam rutinitas–ritual tertentu.

Tempurung Kelapa digunakan untuk tempat ari-ari (dodomi), buah, batang, daun dan sabut digunakan pada acara pernikahan, khitanan dan ritual kematian (dina).

Lantas bagaimana dengan Sawit ?

Varietas Sawit adalah jenis tanaman yang baru bagi masyarakat Gane bahkan cara pengolahan (tanam, perawatan dan panen) sama sekali tidak dipahami dengan baik bagi masyarakat Maluku Utara dan khususnya Gane.

Berbagai sumber menjelaskan bahwa dampak negatif terlalu besar, baik kerusakan hutang, ekologis, konflik dan lain sebagainya.

Bagi masyarakat Gane Sawit adalah petaka besar yang mengancam petani Kelapa Dalam. Tidak hanya merusak hutan dan sistem ekologisnya. Kehadiran Sawit akan mengubah pola hidup masyarakat setempat, menciptakan gesekan dan keretakan di tengah masyarakat, bahkan lebih ekstrim lagi ialah mencaplok hak-hak ulayat adat/tanah adat.

Sawit adalah dalang kerusakan lingkungan dan sosio-kultural (sosial budaya) masyarakat. Hal ini bukan sekedar isapan jempol belaka melainkan fakta-fakta yang telah terjadi di berbagai daerah yang dikuasai oleh investor Sawit.

Hal yang terpenting untuk membentengi wilayah Gane dari kepungan Sawit adalah membangun kesadaran atas pentingnya menjaga warisan leluhur–bertani Kelapa Dalam sebagai ciri khas identitas budaya.

Editor : Redaksi
Rubrik : Opini

You might also like