Bukittinggi, — Kompasnews.co.id
Aroma tak sedap kembali menyeruak dari dapur pengelolaan dana kesehatan publik di Kota Bukittinggi. Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas-Aman (P2NAPAS) mengendus indikasi pelanggaran serius dalam pengelolaan Dana Kapitasi di tujuh Puskesmas berstatus BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Dugaan ini bukan isapan jempol: total kelebihan pembayaran jasa pelayanan kesehatan sepanjang tahun 2024 diduga mencapai Rp111.706.303,64.
Dalam surat resmi bernomor 019/P2NAPAS/VII/2025 yang dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Bukittinggi, P2NAPAS memaparkan temuan berlapis yang mengindikasikan cacat tata kelola. Tak hanya soal angka, tapi menyangkut pembiaran sistematis terhadap aturan main yang dilanggar terang-terangan.
“Sudah berstatus BLUD tapi masih pakai pendekatan konvensional? Ini keliru secara substansi dan mentalitas. Permendagri 79 Tahun 2018 sudah menegaskan penggunaan sistem remunerasi. Mengapa tetap berpegang pada PMK 6/2022 yang tidak relevan? Ini bukan sekadar kelalaian, ini kegagalan memahami mandat regulasi,” tegas Ahmad Husein Batu Bara, Ketua Umum P2NAPAS.
Lebih mencemaskan lagi, hingga berita ini diturunkan, tidak ada satu pun Peraturan Wali Kota (Perwako) yang mengatur sistem remunerasi BLUD Puskesmas di Bukittinggi. Tanpa payung hukum lokal, metode penghitungan jasa pelayanan dilakukan serampangan, dengan konsekuensi langsung berupa kelebihan pembayaran yang menyalahi prinsip efisiensi dan akuntabilitas keuangan negara.
Kelebihan Bayar per Puskesmas:
1 Rasimah Ahmad
2 Guguk Panjang
3 Nilam Sari
4 Mandiangin
5 Gulai Bancah
6 Tigo Baleh
7 Plus Mandiangin
P2NAPAS secara terbuka mendesak Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi untuk memberikan klarifikasi tertulis dan terukur dalam waktu 14 hari atas tiga hal pokok:
- Dasar hukum penggunaan PMK 6/2022 dalam perhitungan jasa pelayanan di Puskesmas BLUD.
- Tindakan korektif dan langkah pengembalian dana atas temuan kelebihan bayar.
- Status penyusunan dan penetapan Perwako mengenai sistem remunerasi BLUD.
“Kami tidak ingin ada kesan seolah ini soal teknis belaka. Ini soal etika pengelolaan uang publik. Kalau kesalahan seperti ini dianggap wajar, berarti kita sedang mewariskan budaya pembiaran dalam sektor kesehatan yang seharusnya paling steril dari kepentingan sempit,” tambah Ahmad Husein dengan nada tajam.
Redaksi :
Untuk hak jawab dan konfirmasi lebih lanjut, Redaksi membuka ruang komunikasi terbuka dari pihak Dinas Kesehatan atau instansi terkait.













