Dua koto Pasaman- Kompasnews.co.id
Dugaan intimidasi terhadap wartawan yang mencoba menggali informasi tambang emas ilegal di Batang Kundur viral membuka ironi besar: kebebasan pers dan hak publik untuk tahu masih sangat rapuh.
LSM P2NAPAS menilai, kasus ini bukan sekadar persoalan tambang ilegal — ini adalah alarm keras tentang menurunnya keberanian negara menghadapi aktor tambang yang bekerja di luar rel legalitas.
Ketua P2NAPAS, Ahmad Husen, menegaskan bahwa peristiwa ini tidak boleh dianggap sebagai insiden biasa. Ketika jurnalis dibungkam, publik otomatis kehilangan akses terhadap fakta yang seharusnya transparan.
Tambang itu sendiri diduga dikelola pihak yang disebut bernama Runsyah. Namun hingga kini, belum ada komentar resmi maupun verifikasi kelembagaan dari pihak yang disebut.
Pertanyaan besarnya kini bukan lagi apakah tambang itu ilegal. Pertanyaannya: mengapa tambang ilegal bisa berjalan tanpa hambatan, dan siapa yang mengamankan operasinya dari pengawasan publik?
Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan regulator energi mineral tidak bisa berdiri di luar arena ini. Negara tidak boleh kalah dari informal power yang bekerja di balik tambang.
Kritik keras P2NAPAS bukan untuk mempermalukan satu individu, tetapi untuk memastikan sumber daya alam tidak menjadi domain gelap yang anti transparansi dan anti pengawasan publik.
Karena ketika intimidasi wartawan dibiarkan, itu bukan hanya serangan terhadap pers.
Itu adalah serangan terhadap demokrasi, akal sehat publik, hukum, dan masa depan ekologi daerah ini.
Transparansi bukan pilihan. Itu adalah kewajiban.
Publik menunggu. Negara harus membuktikan dirinya bekerja.
Redaksi













