Padang – Kompasnewsco.id
Skandal dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium Universitas Andalas (UNAND) tahun 2019 kembali mencuat ke permukaan. Proyek senilai Rp5,87 miliar itu diduga merugikan negara hingga Rp3,57 miliar berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasil penyidikan aparat penegak hukum.
Ironisnya, dua pejabat penting kampus tertua di Ranah Minang itu justru telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Dachriyanus, Guru Besar Fakultas Farmasi yang juga mantan Wakil Rektor I (2016–2020) sekaligus anggota Majelis Wali Amanat, serta Ampera Warman, mantan Kepala Biro Perencanaan yang kini menjabat Direktur Sumber Daya Manusia UNAND.
LSM Desak Konfirmasi Rektor
Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas-Aman (P2NAPAS) lewat surat resmi Nomor 017/LSM-P2NAPAS/IX/2025 meminta Rektor UNAND memberikan klarifikasi terbuka. Surat tersebut dikirimkan Jumat (5/9/2025).
Ketua Umum P2NAPAS, Ahmad Husein Batu Bara, menegaskan ada empat hal yang wajib dijawab pihak rektorat:
- Langkah konkret UNAND dalam menindaklanjuti kasus dugaan korupsi.
- Alasan mempertahankan pejabat berstatus tersangka di jabatan strategis.
- Upaya pemulihan kepercayaan publik dan perbaikan tata kelola.
- Evaluasi sistem pengadaan barang/jasa agar kasus serupa tak berulang.
“Kami menunggu jawaban tertulis maksimal tujuh hari kerja. Bila tidak ada respons, kami akan merilis investigasi ini ke publik dan mendesak penegak hukum bertindak lebih jauh,” ujar Ahmad Husein.
Integritas Kampus Dipertaruhkan
Kasus ini dinilai sebagai tamparan keras bagi dunia pendidikan. Kampus sekelas UNAND yang seharusnya menjadi teladan justru terseret praktik culas. Publik mempertanyakan mengapa pejabat yang sudah menyandang status tersangka tetap dipertahankan di kursi strategis.
Menurut P2NAPAS, ini bukan sekadar perkara hukum, melainkan juga krisis moral di dalam dunia akademik. “Korupsi di kampus adalah pengkhianatan terhadap bangsa dan mahasiswa,” tegas Ahmad.
Akan Dikawal Publik
Surat konfirmasi P2NAPAS juga ditembuskan ke Kementerian Pendidikan, KPK, Kejaksaan Agung, Polri, hingga Gubernur Sumatera Barat dan DPRD. Artinya, persoalan ini tidak bisa lagi ditutup rapat.
Masyarakat kini menunggu keberanian moral Rektor UNAND. Akankah segera mengambil langkah tegas, atau justru membiarkan kasus ini menjadi noda hitam dalam sejarah universitas?
Redaksi.













