Pontianak – Pengurus GWI Kalimantan Barat (GWI Kalbar) memberikan klarifikasi resmi terkait polemik penunjukan Dewan Pembina yang sempat diberitakan oleh beberapa media, termasuk Radar Metro. Ketua GWI Kalbar menegaskan bahwa proses penunjukan Dewan Pembina telah sesuai dengan aturan organisasi dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan keterangan dari ketua GWI Kalbar Alfian bahwasanya saudara AR yang di beritakan oleh oknum media yang tidak fropesional adalah korban,dan oknum media yang pertama kali membuat rilisan dan meminta teman teman media lain nya untuk meng up rilisan dan gambar gedung instansi pemerintah yang di meberitakan tentang saudara AR melakukan perbuatan jual beli pekerjaan dewan dan proyek pokir itu tidak dibenarkan dan melanggar kode etik profesi jurnalis dan melanggar UUD demikian pernyataan resmi dari ketua GWI Kalbar Alfian yang mengadakan konferensi pers bersama rekan rekan media untuk klarifikasi pemberitaan yang di terbitkan oleh Oknum – oknum yang kurang bergantung kepada ortu.
Menurut penjelasan Ketua GWI Kalbar, seseorang dapat ditunjuk sebagai Dewan Pembina apabila diminta langsung oleh ketua organisasi dan yang bersangkutan menyatakan kesediaannya. Penunjukan tersebut sah secara organisasi karena jabatan pembina merupakan amanah internal yang tidak memerlukan mekanisme khusus di luar keputusan ketua dan persetujuan individu yang ditunjuk.
Terkait pemberitaan sejumlah media mengenai polemik Dewan Pembina GWI Kalbar, Ketua GWI menilai isu tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Ia menjelaskan bahwa media dan organisasi profesi adalah dua entitas berbeda. Karya jurnalistik yang diterbitkan oleh media dilindungi oleh Undang-Undang Pers, sejauh karya tersebut memenuhi kaidah jurnalistik dan tidak mengandung unsur pencemaran nama baik yang disengaja.
Ketua GWI Kalbar juga menegaskan bahwa organisasi yang menaungi media memiliki kewajiban melakukan pembinaan dan peneguran apabila ditemukan pelanggaran kode etik oleh jurnalis di bawah naungannya.
Namun, tindakan organisasi harus tetap mengacu pada mekanisme yang sah, termasuk menunggu hasil kajian atau penilaian Dewan Pers apabila terkait dugaan pelanggaran kode etik.
Selain itu, ditegaskan pula bahwa karya jurnalistik tidak boleh menghakimi individu (trial by press) maupun menuliskan nama seseorang secara langsung jika konteksnya belum terverifikasi atau berpotensi merugikan.
Prinsip praduga tidak bersalah tetap menjadi landasan utama dalam penyusunan berita.
GWI Kalbar menilai bahwa pemberitaan mengenai Dewan Pembina yang baru mendapat SK dan Kartu Anggota Organisasi tidak serta-merta menjadikan yang bersangkutan “kebal hukum” atau tidak boleh diberitakan oleh media.
Setiap tokoh publik maupun pengurus organisasi tetap dapat diberitakan selama pemberitaannya mengikuti aturan jurnalistik yang benar.
Dengan klarifikasi ini, GWI Kalbar berharap polemik yang berkembang dapat diluruskan dan tidak disalahartikan oleh masyarakat maupun insan pers.
Organisasi menegaskan komitmennya untuk tetap menjaga marwah profesi jurnalis, mematuhi aturan hukum, serta menjaga hubungan harmonis dengan seluruh pihak termasuk media yang menjadi pilar demokrasi.***













