Mahasiswa dan Pemuda Gane Timur Desa Maffa-Kebun Raja Gelar Dialog Publik Soal Isue Plasma Sawit

Daerah
Dilihat 171

HALSEL_Kompasnews.Co.Id–Pelaksanaan dialog publik yang digelar oleh Mahasiswa serta Pemuda Desa Maffa-Kebun Raja kini menjadi sorotan hangat di kalangan masyarakat Gane Timur khususnya Maffa-Kebun Raja, dan pada umumnya.

Kegiatan ini berlangsung pukul, 23.00. WIT, berlokasi di “Kaffe Bacarita” Desa Kebun Raja Kecamatan Gane Timur Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Minggu, (9/2/25) malam beberapa hari lalu.

Dialog Publik yang diinisiatif oleh Mahasiswa serta Pemuda Desa Mafffa-Kebun Raja dengan tajuk “Dampak Sawit Terhadap Ruang Hidup Masyarakat Maffa-Kebun Raja.

Mizi, sebagai moderator memandu dalam Dialog Publik tersebut, juga tiga di antaranya sebagai pembicara Kanda Sabri, Asrul, dan Opic. Namun terlihat satu pembicara yaitu Abang Opic yang sempat hadir membawakanya, sekalipun terkesan sederhana.

Opic menjelaskan bahwa, luas Perkebunan sawit di Gane Halmahera Selatan berdasarkan Hak Guna Usaha atas Tanah No 71/HGU/KEM-ATR/BPN/2016 mencapai 8.444 Ha. Perkebunan sawit PT GMM, anak perusahaan dari Korindo Sawit, diketahui mendapat izin lokasi perkebunan dari menteri kehutanan pada tahun 2009 dan mulai membuka lahan pada tahun 2012 lalu.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Dalam pasal 17 Ayat (2) UU Perkebunan menyatakan bahwa:
“Perusahaan perkebunan yang berbentuk badan hukum wajib membantu petani plasma dengan cara membuka lahan plasma yang luasnya paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari total luas lahan perusahaan perkebunan”.

“Dalam pengertian bahwa, perusahaan perkebunan sawit yang berbadan hukum berdasarkan undang-undang, wajib menyediakan lahan minimal 20% dari total luas lahan perusahaan mereka untuk plasma sawit” Tutur Opic selaku pembicara

Jika mengacu pada undang-undang No 39 tahun 2014, PT. GMM selaku pemegang Hak Guna Usaha (HGU) wajib memberikan 20 persen lahan atau sekitar 1.688 Hektar dari total luas lahan 8.444 hektar kepada petani plasma.

Akan tetapi, sejak dari tahun 2012 hingga tahun 2025 saat ini, alih-alih bemberikan 20 persen plasma kepada petani, pihak perusahaan justru mencari lahan baru untuk membuka perkebunan lahan sawit masyarakat.

“Rencana pembukaan lahan baru kebun plasma oleh PT.GMM, bisa jadi merupakan langkah perusahaan untuk memenuhi kewajiban mereka yang sebelumnya tidak diberikan dari perkebunan inti perusahaan, sehingga seakan-akan berdasarkan undang-undang perusahaan telah memenuhi kewajiban mereka” Tambah Opic.

“Lantas dimana posisi pemerintah sebagai penyelenggara negara”? Tanya Opic

Bukannya melakukan evaluasi serta meberikan sanksi mulai dari Sanksi Administratif berupa peringatan tertulis, sanksi pembekuan izin dalam jangka waktu tertentu hingga sanksi pencabutan izin usaha.

“Justru lewat pemerintah kabupaten dan pemerintah desa mengadakan pertemuan dengan pihak perusahaan untuk melakukan sosialisasi rencana Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) pada tanggal 22 Juli 2024,” Jelasnya Opic

Opic menilai, bahwa akan rencana pembukaan lahan baru untuk perkebunan plasma oleh PT. GMM (Gelora Mandiri Membangun) adalah bentuk logika dari pada oligarki yang terus melakukan ekspansi (perluasan) lahan sawit serta eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga kerja secara berlebihan.

“Hal ini tidak adil demi keuntungan segelintir orang yang di sponsori oleh pemerintah kabupaten dan pemerintah desa dengan cara yang sama sekali bertentangan dengan undang-undang serta merupakan bentuk penghinaan dan penghianatan terhadap petani dan masyarakat adat setempat” Tegasnya

Dialog Publik tersebut, terlihat sejumlah mengikuti antaranya Mahasiswa dan Pemuda Desa Maffa-Kebun Raja serta juga dari Camat Gane Timur Utara dan beberapa masyarakat lainnya.

Lanjut, dalam suasana forum Dialog Publik dapat tanggap langsung dari Pak Camat dan para stafnya Kecamatan Maffa Gane Timur Utara, interaksi itu Camat mengungkapkan ia tidak punya kewenangan, mau terimah sawit atau tidak, kita tinggal ikuti keluhan masyarakat.

“Kita mengikuti perkembangan yang ada, karena sampai sejauh ini belum ada surat ijin dan sosialisasi ke masyarakat, jadi kita tinggal mengikuti keluhan masyarakat yang ada saja, karena kita harus sesuai dengan aturan yang berlaku, sebab kami juga belum tahu persis plasma sawit itu seperti apa” Ucap Pak Jais Selaku Camat kedapa awak media ini.

Jika hal tersebut dibiarkan tanpa mempertimbangkan atau mengevaluasi kembali masalah-masalah yang terjadi, maka bukan tidak mungkin, dampak lingkungan, dampak sosial, hilangnya kearifan lokal akan dan pasti terjadi di masa yang akan datang.

“Untuk itu, masyakarat perlu diberikan pemahaman terkait berbagai dampak yang akan terjadi serta logika perusahaan yang sangat bertentangan deng undang-undang agar tidak terjebak pada endorsmen (promosi) perusahaan yang sudah menyebar di masyarakat,” Tegas Opic mengakhiri. (*)

(Fahas)

You might also like