Jakarta-Kompasnews.co.id
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas Aman LSM P2NAPAS Ahmad Husein laporkan PT BSA Ke Kajaksaan Agung atas dugaan Atas Bisnis Fiktif Yang Merugikan Keuangan Perusahaan sebesar Rp42.574.742.500,00 dan kelebihan bayar atas investasi Proyek Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Setu – Bekasi sebesar Rp2.740.682.783,42.
Diketahui dari surat laporan LSM P2NAPAS Nomor 01/DPP-P2NAPAS/III/2024 bahwa PT Bima Sepaja Abadi (PT BSA) adalah merupakan anak perusahaan PT Semen Padang (PT SP) yang memiliki kegiatan usaha utama yaitu pengantongan semen, distribusi, dan jasa transportasi dengan Komposisi kepemilikan saham PT BSA yaitu terdiri dari: 1) PT Semen Padang sebesar 80,00% saham atau sebanyak 1.600 lembar saham; 2) Saudara HM sebesar 10,00% saham atau sebanyak 200 lembar saham; dan 3) Saudara KB sebesar 10,00% saham atau sebanyak 200 lembar saham.
Berdasarkan laporan keuangan PT BSA per 30 Juni 2022 diketahui saldo Piutang Usaha sebesar Rp 91.891.024.028,00 dan Aset Dalam Penyelesaian berupa Proyek Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Setu – Bekasi sebesar Rp5.991.101.395,00.
Hasil hasil Audit BPK secara uji petik terhadap transaksi yang menimbulkan Piutang Usaha yang berasal dari kerja sama bisnis, dan pelaksanaan kegiatan investasi menunjukkan terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut.
a.PT BSA dalam melaksanakan kerja sama bisnis tidak mengedepankan prinsip-prinsip korporasi yang sehat dan profesional Berdasarkan Daftar Piutang pada Laporan Keuangan PT BSA per 30 Juni 2022 antara lain diketahui terdapat saldo Piutang Usaha pada tiga perusahaan yaitu PT ATL sebesar Rp42.574.742.500,00, PT PIL sebesar Rp2.549.364.649,00, dan PT ETB sebesar Rp1.675.000.000,00.
Piutang tersebut berasal dari kerja sama bisnis antara PT BSA dengan masing-masing perusahaan. Hasil pemeriksaan atas kerja sama bisnis antara PT BSA dengan PT ATL, PT PIL, dan PT ETB menunjukkan bahwa pelaksanaan kerja sama tidak mengutamakan prinsip korporasi yang sehat dan profesional sehingga dapat menguntungkan perusahaan, mengamankan aset dan investasi perusahaan.
Hal tersebut ditunjukkan diantaranya tidak terdapat proses studi kelayakan atau due dilligence atas mitra dan proyek yang dikerjasamakan, terdapat kerja sama yang tidak sesuai dengan kegiatan usaha perusahaan, tidak terdapat jaminan pembayaran yang memadai, instrumen pembayaran berupa cek yang tidak dapat dicairkan saat jatuh tempo.
b.Kerja sama bisnis fiktif dengan PT ATL dan CV AL yang terindikasi merugikan perusahaan sebesar Rp42.574.742.500,00 dan terdapat utang Share Holder Loan (SHL) sebesar Rp19.910.066.733,00 serta bunga SHL sebesar Rp2.022.543.212,00 Pada tahun 2019, PT BSA bekerja sama dengan PT ATL untuk melaksanakan kegiatan pengiriman barang dari Gresik ke Proyek Sungaidano, Kalimantan Selatan yang dimuat dalam perjanjian kerja sama Nomor 020/SP-ATL/V/2019 tanggal 2 Mei 2019. Perjanjian tersebut dimulai sejak tanggal 2 Mei 2019 sampai dengan 31 Mei 2020.
Berdasarkan laporan keuangan PT BSA per 30 Juni 2022 diketahui bahwa Piutang pada PT ATL senilai Rp42.574.742.500,00. Jumlah tersebut merupakan nilai penagihan PT BSA kepada PT ATL atas kerja sama pengiriman barang. Namun, berdasarkan data penerimaan dan pembayaran melalui rekening PT BSA yang diperoleh dari Divisi Keuangan PT BSA terkait kerja sama pengiriman barang antara PT BSA, PT ATL dan CV AL per 30 Juni 2022 diketahui bahwa realisasi pembayaran atau pengeluaran dana dari PT BSA ke CV AL sebesar Rp101.266.030.000,00 dan dana yang telah diterima oleh PT BSA dari PT ATL sebesar Rp73.644.166.000,00 sehingga kekurangan penerimaan PT BSA sebesar Rp27.621.864.000,00
Selanjutnya, berdasarkan dokumen berita acara wawancara penyelidik Polda Jawa Timur kepada Kepala Bagian Forwarding PT BSA tanggal 5 Maret 2020 terkait permasalahan antara PT BSA dan PT ATL diketahui antara lain PT BSA telah ditipu oleh PT ATL dengan keadaan palsu, surat palsu, dan atau keterangan keadaan bohong bahwa PT ATL memiliki kontrak kerja atau proyek pengangkutan dengan PT VUB.
Atas pelaporan PT BSA tersebut, sampai dengan berakhirnya pemeriksaan belum terdapat kejelasan atas penyelesaian kasus tersebut.
Kedua PT BSA tidak menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atas Proyek Pembangunan SPBU di Setu – Bekasi dan terdapat kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp2.740.682.783,42
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan: a. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pada Pasal 97 ayat (3) yang menyatakan bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); b. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara PER01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance)
Atas dugaan kerjasa Bisnis Fiktif PT BSAyang merugikan keuangan Perusahaan tersebut, Ketua LSM P2NAPAS Ahmad Husein, meminta Kejaksaan Agung membentuk tim guna mengusut kasus tersebut dan agar di proses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Red