Pro-Kontra Kawasan Hutan Lindung Pogol; Masyarakat Wotok Merasa Hak Mereka Dirampas Pemerintah, Benarkah?

Daerah
Dilihat 494

Manggarai Timur-NTT, Aksi perambahan hutan lindung Pogol oleh masyarakat Wotok, Desa Nanga Mbaling, Kec. Sambi Rampas, Kab. Manggarai Timur, Provinsi NTT disinyalir oleh adanya pro-kontra terkait tapal batas antara hutan lindung dan hutan garapan bagi masyarakat Wotok.

Informasi yang dihimpun oleh media, bahwa masyarakat Wotok melalui wartawan dari media Global Investigasi News.com menyampaikan surat permohonan bantuan (19/06/2023) kepada Presiden Indonesia, Bapak Ir. Joko Widodo agar tapal batas hutan lindung dipindahkan untuk kepentingan areal garapan mata pencaharian masyarakat Wotok, Desa Nanga Mbaling.

“Warga masyarakat merasa dirugikan. Karena, hak masyarakat seharusnya yang dibantu. Ini malah terkesan dirampas dengan adanya batas patok yang dilakukan secara sepihak tanpa persetujuan dari warga masyarakat penggarap yang sudah puluhan tahun menggarap.” demikian sebagian isi surat permohonan yang ditujukan kepada Bapak Presiden Joko Widodo tersebut.

Berbeda dengan pengakuan masyarakat Wotok yang merasa hak mengelolah hutan dirampaa sepihak dalam hal ini oleh Pemerintah, salah satu petugas KPH Manggarai Timur kepada media ini melalui sambungan telepon menjelaskan bahwa memang Hutan Pogol merupakan kawasan hutan lindung.

“Benar, bahwa Hutan Pogol merupakan kawasan hutan lindung. Kami sudah melarang masyarakat untuk tidak menebang pohon atau melakukan perambahan di lokasi Hutan Lindung tersebut.” ungkapnya melalui sambungan telepon. Selasa (24/09/2024) siang hari.

Untuk diketahui, dalam usaha melayangkan surat permohonan bantuan kepada Bapak Presiden Ir. Joko Widodo tersebut oknum wartawan dari Global Investigasi News.com mengumpulkan uang iuran kepada masyarakat Wotok.

“Masyarakat Wotok dipungut biaya setiap kepala keluarga sekitar Rp. 500.000” ungkap masyarakat yang tidak ingin identitasnya dimediakan. (25/09/2024)

Balasan Surat Permohonan Masyarakat Wotok Oleh KLHK

Berdasarkan surat balasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat memutuskan bahwa permohonan bantuan penyelesaian konflik agraria di Wotok, Desa Nanga Mbaling, Kec. Sambi Rampas belum memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana diatur dalam Permen. KLHK Nomor 84 tahun 2015 tentang Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan.

“Pengaduan yang disampaikan belum memenuhi kelengkapan persyaratan. Kami mohon disampaikan beberapa hal, antara lain: penjelasan lebih detail terkait permasalahan dan kronologi konflik, penyampaian peta lokasi yang diadukan dan ditanda tangai oleh pengadu, data pendukung lainnya seperti bukti penguasaan lahan.” demikian bunyi surat balasan dari KLHK.

Masyarakat Masih Melakukan Aksi Perambahan

Merasa sudah mengeluarkan iuran uang dalam upaya penyelesaian konflik agraria tersebut, Masyarakat Wotok masih nekat melakukan aksi perambahan Hutan Lindung Pogol hingga saat ini.

Sahril Juma selaku Tua Teno membeberkan bahwa memang pada masa-masa kampanye pemilihan legislatif, ada oknum Caleg yang menjanjikan agar memperjuangkan pemindahan tapal batas hutan lindung kepada masyarakat Wotok.

“Sebelum pileg ada caleg berinisial J dan wartawan berinisial S berjanji memperjuangkan pemindahan tapal batas dengan bersurat kepada Presiden Joko Widodo. Dan, jika perjuangannya tidak berhasil maka uang iuran tersebut dikembalikan lagi ke Masyarakat Wotok” terang Saharil Juma (25/09/2024)

Menanggapi aksi perambahan hutan Pogol tersebut, Dedi Saribani bersama Forum Masyarakat Waekool Peduli Hutan Lindung mengingatkan agar petugas kehutanan tegas menegakkan aturan PP No. 23 tahun 2021 tentang penyelenggara kehutanan.

“Hutan lindung mempunyai fungsi pokok terhadap sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir dan mengendalikan erosi” tegasnya

Lanjut ia menambahkan, selama ini petugas kehutanan terkesan memberikan peluang kepada masyarakat Wotok untuk melakukan aksi perambahan hutan.

“Oleh karena itu, Kami mendesak Pemerintah Manggarai Timur agar merintahkan Polhut melakukan monitoring seminggu 3 kali di kawasan hutan lindung, Mendesak KPH melakukan sosialisasi hukum terkait dengan dampak ekologis dan pidana dari perambahan hutan lindung, Mendesak Aparat Penegak Hukum untuk menangkap pelaku perambahan hutan lindung agar diproses sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku, Mendesak Pemerintah Daerah Manggarai Timur untuk melakukan reboisasi kawasan hutan yang sudah dibabat oleh masyarakat Wotok (perambah hutan)” tegasnya

You might also like