Padang, — Kompasnews.co.id
Dugaan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor kelautan kembali mencuat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) P2NAPAS melaporkan rendahnya realisasi pendapatan retribusi yang dikelola Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumatera Barat, yang baru mencapai 35,26% dari target Rp3,37 miliar pada semester I tahun 2024.
Laporan ini mengangkat ke permukaan pertanyaan serius soal tata kelola pendapatan daerah—dan ternyata tak jatuh di telinga tuli.
Respon Cepat Ketua DPRD
Tak menunggu waktu lama, Ketua DPRD Sumbar H. Muhidi merespons cepat laporan tersebut.

“Masukkan suratnya ke kantor agar bisa segera kami disposisikan ke komisi yang bersangkutan untuk ditindaklanjuti melalui rapat kerja dengan dinas terkait,” kata Muhidi melalui pesan WhatsApp kepada Direktur Eksekutif P2NAPAS.
Langkah ini disambut positif oleh publik sebagai sinyal awal bahwa legislatif siap menyelami persoalan dengan serius. Respons cepat pemimpin terhadap laporan berbasis data seperti ini dinilai penting dalam menumbuhkan kembali kepercayaan terhadap lembaga wakil rakyat.
P2NAPAS: Ini Bukan Soal Target, Tapi Alarm Sistemik
Direktur Eksekutif P2NAPAS, Ahmad Husein Batu Bara, menegaskan bahwa rendahnya capaian retribusi bukanlah sekadar persoalan teknis.
“Kalau karcis retribusi dicetak dan disalurkan tanpa pencatatan serta pengawasan, ini bukan lagi sekadar kelalaian administratif. Ini pintu masuk penyimpangan anggaran. Dan kita harus berani bertanya: siapa yang diuntungkan dari kebocoran ini?” tegas Ahmad.
Menurutnya, persoalan ini menyentuh akar sistem tata kelola, bukan hanya persoalan capaian kinerja semata.
Desakan Aksi Nyata: Pansus dan Kolaborasi
Dalam surat resmi yang dilayangkan ke DPRD Sumbar, P2NAPAS mengusulkan tiga langkah konkret untuk menindaklanjuti temuan tersebut:
- Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) atau forum lintas komisi DPRD untuk melakukan pendalaman;
- Kolaborasi terbuka antara DPRD, masyarakat sipil, akademisi, dan media sebagai bentuk pengawasan partisipatif;
- Audit menyeluruh terhadap mekanisme pencatatan, pemungutan, dan pelaporan retribusi sektor kelautan.
“Laporan ini bukan manuver politik. Ini panggilan moral untuk menjaga uang rakyat. Karena yang kita bicarakan bukan hanya retribusi—tapi kredibilitas sistem pemerintahan,” ujar Ahmad.
Sorotan Publik, Harapan Tak Boleh Kandas
Respons Ketua DPRD dinilai sebagai angin segar, tetapi publik berharap ini bukan sekadar basa-basi. Tindak lanjut nyata menjadi penentu apakah suara rakyat yang disuarakan melalui LSM benar-benar didengar dan direspons dengan tindakan.
Dalam bayang-bayang potensi kebocoran, satu hal yang jelas: uang rakyat tak boleh dibiarkan tenggelam di laut ketidakpedulian. Ia harus kembali ke darat—menjadi manfaat nyata bagi nelayan, masyarakat pesisir, dan pembangunan Sumatera Barat secara keseluruhan.
Redaksi.













