P2NAPAS PERTANYAKAN PERDAGANGAN RAPPAN KARBON SEKTOR KEHUTANAN KEMENTERIAN LHK

Daerah
Dilihat 294

Jakarta-Kompasnews.co.id
Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas Aman (LSM P2NAPAS) Pertanyakan Kebijakan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan KLHK, pasalnya terdapat tiga pelaku usaha yang sudah melakukan perdagangan karbon dan tidak melaporkan transaksi perdagangan karbon tersebut kepada Kementerian LHK, Ditjen PHL baru mengetahui kegiatan perdagangan karbon tersebut pada saat melakukan evaluasi dan pembinaan teknis pada tahun 2020. Hal ini menunjukkan Ditjen PHL tidak melakukan pembinaan dan monitoring terhadap pemegang izin RE sejak 2017.

Kegiatan rappan karbon merupakan salah satu jenis usaha pemanfaaatan jasa lingkungan pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung dalam rangka pemulihan dan konservasi hutan untuk meningkatkan produktivitas biomassa hutan serta dalam upaya mitigasi dalam perubahan ikim melalui pengelolaan hutan.

Aktivitas rappan karbon dilaksanakan oleh pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dengan kegiatan “Pemanfaatan Jasa Lingkungan” dan subkegiatan “rappan karbon dan pemulihan lingkungan”. 
Per 31 Desember 2022,

Dari aplikasi rencana kerja dan pelaporan PBPH (SICAKAP) mencatat sebanyak 17 pemegang PBPH memiliki subkegiatan “rappan karbon dan pemulihan lingkungan”  Perusahaan yang Memiliki Izin Penyimpanan dan/atau Penyerapan Karbon antara lain

  1. PT. GCN (Unit I) SK.395/Menhut-II/2012 luas lahan 20.265,00 
  2. PT. GAN SK.230Menhut-II/2014 luas lahan 36.850,00 
  3. PT. GCN (Unit II) SK.825/Menhut-II/2013 luas lahan luas lahan 20.450,00 
  4. PT. SMN SK.162/Menhut-II/2014 lauas lahan  32.830,00 
    5.PT. TBOU SK.747Menhut-II/2014 luas lahan 39.412,00 
    6.. PT. ABTP 7/1/IUPHHK-HA/PMDN/2015 luas lahan 38.665,00 
  5. PT. REIJ SK.327/Menhut-II/2010 luas lahan 47.752,00 
  6. PT. GAL*) SK.494/Menhut-II/2013 luas lahan 22.280,00 
  7. PT. KEN SK.142/Menhut-II/2014 luas lahan 8.300,00 
  8. PT. TAP 579/KEP/D.KEHUT/2013 luas lahan 23.500,00 
  9. PT. SBI SK.622/Menhut-II/2013 luas lahan 12.655,82 
  10. PT. RRC) SK.146/Menhut-II/2013 luas lahan 36.954,00  13.PT. RMU (Unit II) 23/I/IUPHHK-RE/PMDN/2016 luas lahan 49.620,00 
  11. PT. REIS SK.293/Menhut-II/2007 luas lahan 52.170,00 
  12. PT. RHOI SK.464/Menhut-II/2010 luas lahan 86.450,00 
  13. PT. RMU (Unit I)* SK.734/Menhut-II/2013 luas lahan 108.255,00 
    17 PT. EKL SK.560/Menhut-II/2011 luas lahan 14.080,00 
  14. PT. HAL SK.475/18. MENHUT-II/2013 luas lahan 25.800,00 
  15. PT. ASL 13/1/IUPHHK-RE/PMDN/2016 19.520,00 

Dari Hasil Audit BPK Tahun Anggaran 2022 atas transaksi kegiatan rappan karbon menunjukkan permasalahan sebagai berikut.

a. Belum adanya kebijakan perdagangan karbon sektor kehutanan.

b. Ditjen PHL tidak melakukan pembinaan dan monitoring kepada pemegang PBPH atas izin rappan karbon dan pemulihan lingkungan.

Sampai dengan tahun 2017, terdapat tiga pelaku usaha yang sudah melakukan perdagangan karbon dan tidak melaporkan transaksi perdagangan karbon tersebut kepada Kementerian LHK, Ditjen PHL baru mengetahui kegiatan perdagangan karbon tersebut pada saat melakukan evaluasi dan pembinaan teknis pada tahun 2020.

Hal ini menunjukkan Ditjen PHL tidak melakukan pembinaan dan monitoring terhadap pemegang izin RE sejak 2017.

c. Pengurangan emisi GRK tidak menjadi dasar pemungutan Pendapatan Rappan Karbon 

d. Belum semua transaksi PT RRC, PT RMU dan PT GAL dilaporkan ke Kementerian LHK

e. Terdapat transaksi di lembaga verifikasi yang belum diketahui Kementerian LHK Menurut data Verra, terdapat transaksi perdagangan karbon dengan nama proyek 
“Mangrove restoration and coastal greenbelt protection in the East coast of Aceh and North Sumatra Province, Indonesia” sebanyak 125.391 ton CO2 (tahun 2016) dan 271.680 ton CO2 (tahun 2020) yang belum diketahui oleh Kementerian LHK.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi:

Akibatnya negara berpotensi kehilangan peluang memanfaatkan Nilai Ekonomi Karbon sektor kehutanan.

Kondisi tersebut disebabkan: Kementerian LHK belum menetapkan mekanisme mengenai tata cara perdagangan karbon sektor kehutanan;
dan Kementerian LHK belum melakukan evaluasi secara menyeluruh atas kegiatan perdagangan karbon sektor kehutanan yang dilakukan oleh pelaku usaha perdagangan karbon.

(Oloan Harahap)

You might also like