Ada Apa? Wartawan Dilarang Liputan di Auditorium Pemkab Musi Rawas.

Daerah
Dilihat 29

MUSI RAWAS – Ironi penegakan hukum kembali mencuat. Di tengah gencarnya seruan mengenai transparansi dan keterbukaan informasi publik, justru terjadi tindakan yang mencederai semangat reformasi. Insiden ini terjadi pada kegiatan Percepatan Akselerasi Pembangunan Desa dan Jaksa Garda Desa Sejahtera (Jaga Desa), Kamis (27/11/2025) di Auditorium Pemkab Mura, Muara Beliti, Kabupaten Musi Rawas.

Kegiatan yang semestinya bersifat publik itu diwarnai tindakan pelarangan terhadap wartawan yang hendak melakukan peliputan. Padahal para jurnalis telah memperkenalkan diri dan menunjukkan identitas medianya.

Salah satu wartawan, Guntur dari media Metronewstv.com.id, mengaku sempat dihadang oleh petugas Satpol PP berinisial AD saat hendak memasuki lokasi acara. Petugas tersebut menutup pintu dan melarang dirinya masuk tanpa alasan yang jelas.

“Tidak boleh masuk, Pak. Belum ada instruksi, kita koordinasi dulu,” ujar oknum petugas itu tanpa dapat menunjukkan dasar hukum atas pelarangan tersebut.

Tidak hanya itu, petugas Satpol PP lainnya berinisial EB juga melakukan tindakan serupa. Saat wartawan kembali berusaha masuk, ia kembali dilarang.

“Dak boleh masuk, belum ada instruksi dari pegawai di dalam. Kegiatannya tertutup,” ujarnya dengan nada tegas ketika ditanya apakah acara tersebut memang bersifat tertutup.

Padahal kegiatan yang digelar merupakan program pemerintah terkait pembangunan desa dan pendampingan hukum oleh Kejaksaan, yang secara prinsip justru membutuhkan keterlibatan pers sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat.

Pelarangan ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa kemerdekaan pers adalah bagian dari kedaulatan rakyat dan dilindungi oleh konstitusi. Wartawan memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi—bukan dihalangi tanpa dasar hukum.

Setelah menunggu cukup lama, para wartawan akhirnya diperbolehkan masuk. Namun sayangnya, saat itu rangkaian acara sudah hampir selesai.

“Silakan masuk, Pak,” ujar salah satu petugas setelah sebelumnya melarang.

Insiden ini menjadi tamparan keras bagi integritas dan profesionalitas aparat serta lembaga penyelenggara kegiatan. Ketika wartawan diperlakukan seperti ancaman negara, publik berhak bertanya: apa yang sebenarnya coba disembunyikan? Mengapa kehadiran pers dianggap sebagai gangguan?

Jika kegiatan pemerintah dilaksanakan di balik pintu tertutup dan akses media dibatasi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka jangan heran jika kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah dan penegak hukum semakin terkikis.

Wartawan bukan kriminal. Pers bukan musuh negara. Mereka adalah pilar demokrasi yang perannya dijamin oleh konstitusi. Membungkam pers berarti merusak sendi-sendi demokrasi itu sendiri.

You might also like