Benarkah Perusahaan Media Tak Perlu Diverifikasi? Begini Kata Dewan Pers

Nasional
Dilihat 170

Jakarta -Kabar tidak perlu melakukan pendaftaran perusahaan media ke Dewan Pers mencuat. Ini membuat sebagian media menganggap tak perlu diverifikasi oleh Dewan Pers, benarkah begitu?

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengklarifikasi hal ini. Dia menyebut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada waktu lahir tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers.

Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers,” ujar Ninik dalam keterangan resminya, Senin, 27 Februari 2023.

Setiap perusahaan pers, lanjut dia, sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, dapat disebut sebagai perusahaan pers meski belum terdata di Dewan Pers.

Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sementara itu, dalam Pasal 15 ayat 2 (huruf g) Undang-Undang Pers, tugas Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers.

“Pendataan perusahaan oleh Dewan Pers tidak bisa disamakan dengan pendaftaran dan keduanya sangatlah berbeda,” kata Ninik.

Pelaksanaan tugas mendata perusahaan pers, ujar dia, ditujukan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.

“Pendataan perusahaan pers merupakan stelsel pasif dan mandiri. Artinya, perusahaan pers yang berinisiatif untuk mengajukan diri agar diverifikasi (didata) oleh Dewan Pers sesuai aturan yang ada,” beber Ninik.

Ketentuan mengenai pendataan perusahaan pers ini tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan DP/I/2023 tentang Pendataan Perusahaan Pers. Namun, Ninik menegaskan Dewan Pers tidak dapat memaksa perusahaan pers untuk didata atau ikut verifikasi media.

Dia mengatakan pendataan perusahaan pers bertujuan untuk mewujudkan perusahan pers yang kredibel, profesional, sehat, mandiri, dan independen.

Selain itu, tujuan lainnya adalah mewujudkan perlindungan pada perusahaan pers dan menginventarisasi perusahaan pers secara kuantitatf dan kualitatif

“Perusahaan pers yang tidak bekerja secara profesional, antara lain ditandai dengan tidak memenuhi kewajiban untuk kesejahteraan wartawan, tidak memberikan penghasilan yang layak, atau malah memerintahkan wartawan mencari tambahan penghasilan/iklan,” ujar Ninik.

Hal ini kemudian membuat wartawan tidak bisa menjalankan tugas dengan profesional. Sebab, penghasilan wartawan tergantung seberapa besar dia meraih iklan atau tambahan penghasilan.

“Situasi ini tentu tidak mendukung wartawan untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas,” tuturnya.

Sumber dilansir dari Tempo.co

You might also like