Tangerang, kompasnews.co.id — Polemik bangunan liar, konflik lahan, dugaan jual beli ilegal, hingga munculnya RT tidak resmi di wilayah Kelurahan Bencongan, Kecamatan Kelapa dua, Kabupaten Tangerang, kini memasuki babak baru. Warga semakin vokal menyuarakan kekecewaan karena pemerintah dinilai tidak hadir secara tegas untuk menyelesaikan persoalan yang sudah berlarut-larut.
Setelah Ate Kumbara, tokoh pemuda Pencongan, menyampaikan kritik keras pekan ini, kini muncul pernyataan tambahan dari Kismet Chandra, warga yang mengetahui detail struktur lahan Bencongan seluas 14 hektare yang menjadi sumber konflik.
Lahan 14 Hektare Diperebutkan Berbagai Kepentingan

Menurut penjelasan Kismet Chandra, total lahan bermasalah di Bencongan memiliki luasan sekitar 14 hektare, terdiri dari:
Fasilitas Umum (fasum) milik Pemerintah Kabupaten Tangerang seluas ± 5,5 hektare,
dengan estimasi nilai mencapai Rp 82.500.000.000.
Lahan milik 162 pemilik kavling seluas ± 8,5 hektare,
dengan nilai yang apabila dihitung berdasarkan harga pasar saat ini mencapai ratusan miliar rupiah.
Kismet menilai bahwa kekacauan tata ruang, munculnya bangunan liar, hingga transaksi tanah tanpa izin, tidak terlepas dari lemahnya pengawasan pemerintah daerah.
“Kalau fasum 5,5 hektare senilai Rp 82,5 miliar itu benar-benar milik Pemkab Tangerang, pertanyaannya: kenapa bisa dirampas begitu saja dan pemerintah diam? Kok bisa hilang tanpa tindakan? Jangan-jangan ada yang dapat bagian, makanya bungkam,” ujar Kismet Chandra dalam nada kecewa.
Pernyataan tersebut merupakan klaim pribadi narasumber, yang hingga kini belum diverifikasi oleh pihak pemerintah daerah.
Bangunan Liar Terus Menjalar, OPD Dinilai Tak Bertaji
Baik Ate Kumbara maupun Kismet Chandra mengkritik keras lemahnya penertiban yang seharusnya dilakukan oleh:
- Satpol PP
- Dinas Tata Ruang / Cipta Karya
- Dinas Perumahan, Permukiman, dan Pertanahan
- Pemerintah Kelurahan dan Kecamatan
Menurut mereka, puluhan bangunan liar berupa gudang, bedeng, hingga pabrik rumahan berdiri tanpa izin jelas di atas lahan yang justru memicu konflik baru antar kelompok.
“Ini bukan sekadar bangunan ilegal, tapi soal marwah pemerintah. Kalau Perda saja tidak ditegakkan, bagaimana warga mau percaya pada negara?” tegas Ate.
Kebakaran Besar Tahun 2023 Jadi Bukti Bahaya Pembiaran
Salah satu titik kritis yang memperlihatkan dampak nyata pembiaran adalah kebakaran hebat pada 17 Mei 2023. Saat itu sebuah gudang oli bekas terbakar dan api menjalar hingga terlihat dari berbagai wilayah di Karawaci. Peristiwa itu menjadi viral di media sosial.
Namun menurut warga, tidak ada tindak lanjut signifikan dari pemerintah setelah kebakaran tersebut.
“Kebakaran besar itu harusnya jadi peringatan. Tapi nyatanya, area itu tetap dipakai, bangunan tetap muncul, dan pemerintah tetap diam,” ungkap Ate.
Jual Beli Tanah Ilegal Merajalela: “Siapa Pemainnya?”
Di luar persoalan kebakaran dan bangunan liar, warga mengaku mendengar dan melihat adanya praktek jual beli atau oper-alih tanah yang dilakukan oleh:
- pihak non-pemerintah,
- pihak yang tidak memiliki kewenangan,
- dan tidak mengacu pada hukum yang berlaku.
Menurut warga, transaksi tersebut berlangsung di area yang masuk kawasan fasum maupun lahan kavling.
“Ini transaksi yang tidak jelas, tapi terjadi secara terang-terangan. Kalau tidak segera dihentikan, Bencongan bisa jadi ladang mafia tanah,” kata Kismet.
Munculnya RT Ilegal Mengacaukan Administrasi Warga
Warga menyampaikan bahwa struktur resmi RW 001 Kelurahan Bencongan hanya memiliki RT 01 sampai RT 06. Namun, di wilayah lahan bermasalah itu muncul RT 007 RW 001, yang menurut warga tidak pernah ditetapkan secara resmi oleh kelurahan.
Di wilayah yang diklaim sebagai RT 007 tersebut, berdiri sejumlah:
- gudang,
- bangunan industri rumahan,
- hunian liar,
serta titik-titik aktivitas komersial ilegal.
Ate menilai keberadaan RT tidak resmi itu justru memperkuat, Baik Ate Kumbara maupun Kismet Chandra sepakat bahwa warga kini mengalami ketidakpastian hukum dan kehilangan rasa aman. Mereka merasa bahwa pemerintah daerah seharusnya turun untuk:
- Mengembalikan fungsi fasum yang diduga dikuasai pihak lain.
- Menertibkan bangunan liar secara menyeluruh.
- Mengusut dugaan jual beli tanah ilegal.
- Menghapus struktur RT ilegal.
- Melakukan audit menyeluruh terhadap lahan 14 hektare.
- Membuka data aset fasum secara publik.
“Kami tidak menuduh siapa-siapa, tapi rakyat berhak bertanya kenapa aset daerah bisa hilang dan bangunan liar bertambah. Ini harus dibuka. Jangan ada yang bermain di belakang,” tegas Kismet.
Akhirnya Warga Menanti Transparansi dan Tindakan Tegas
Warga menegaskan bahwa mereka menginginkan pemerintah hadir, bukan hanya dalam pertemuan seremonial, tetapi melalui langkah nyata, transparan, dan konsisten sesuai Perda dan Undang-undang.
“Kami menunggu tindakan, bukan alasan. Kalau pemerintah tidak segera bertindak, kami bersama warga siap menempuh jalur hukum,” pungkas Ate Kumbara (Is-Us-Red).













