Lombok Timur — 29 November 2025.
Gelombang kritik terhadap proyek pembangunan Gedung BPKB Polres Lombok Timur semakin menebal. Bertempat di Lesehan Purnama Masbagik, Ketua Forum Komunikasi dan Kajian Masyarakat NTB (FKKM NTB) Fahri Fahman, bersama Ketua Gerakan Pemuda Sasak Bersatu (GPS Bersatu), serta sejumlah organisasi kepemudaan dan LSM lintas kecamatan, menggelar Rapat Konsolidasi Tahap II yang menjadi penanda eskalasi gerakan publik menuju Aksi Akbar Jilid I di Polres Lombok Timur.
Dalam forum itu, seluruh pimpinan organisasi menyepakati pembentukan gerakan besar bernama “Aliansi Pemuda dan Masyarakat Lombok Timur Menggugat.” di dalam Koalisi ini di hadiri 45 ketua dan delegasi dari elemen pemuda dan masyarakat dari berbagai kecamatan serta puluhan aktivis kampus dan komunitas masyarakat sipil yang menyoroti tajam tata kelola anggaran publik daerah.
Aksi Akbar Jilid I dijadwalkan berlangsung 3 Desember 2025, dan sejumlah tokoh masyarakat Lombok Timur dikabarkan siap turun langsung ke Mapolres. Isunya bukan lagi sekadar kritik—melainkan seruan korektif kolektif terhadap dugaan penyimpangan teknis dan administrasi pada proyek senilai Rp25,7 miliar yang dinilai “sarat anomali dan minim akuntabilitas.”
Pelanggaran Teknis: Menganga, Sistemik, dan Mengkhawatirkan
Menurut hasil penelusuran para peserta rapat, proyek yang seharusnya menjadi etalase profesionalisme kepolisian justru menampilkan indikasi kegagalan manajerial yang serius di bawah kepemimpinan Kapolres Lombok Timur selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Beberapa temuan krusial yang disorot dalam rapat:
Tidak Ada Manajemen Konstruksi (MK)
Untuk proyek dengan nilai puluhan miliar, absennya MK dianggap sebagai kesalahan fatal. Tanpa pengawasan konstruksi profesional, kualitas bangunan, keselamatan struktur, serta akurasi volume pekerjaan sangat rentan dimanipulasi atau mengalami cacat teknis.
Penerapan K3 Nol Besar
Peserta rapat menyebutkan bahwa proyek tidak memiliki standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Padahal, penerapan K3 adalah syarat mutlak pada proyek publik. Risiko kecelakaan kerja meningkat, dan keselamatan pekerja diabaikan secara terang-terangan.
Pekerja Tidak Didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan
Ketiadaan BPJS bagi pekerja dianggap sebagai bentuk pelanggaran administratif sekaligus ketidakpatuhan terhadap UU Ketenagakerjaan. Bagi kalangan aktivis, ini menunjukkan abaian total terhadap hak dasar pekerja.
Dugaan Penyalahgunaan Solar Subsidi
Isu paling panas adalah dugaan penggunaan solar subsidi untuk proyek bernilai besar. Penggunaan BBM subsidi pada proyek pemerintah adalah pelanggaran serius dan berpotensi merugikan negara karena menabrak regulasi energi.
Dugaan Pengadaan Material oleh Kapolres
Dalam forum, sejumlah peserta menyoroti isu bahwa Kapolres sendiri terlibat langsung dalam pengadaan material alam. Jika benar, ini bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi berpotensi masuk kategori conflict of interest dalam proyek negara.
Aliansi Siap Menggugat, Gerakan Menguat
Fahri Fahman dalam konsolidasi menegaskan bahwa aksi ini tidak bermaksud mengganggu institusi Polri, tetapi justru ingin mengembalikan marwah hukum dan akuntabilitas anggaran. Ia menyebut proyek ini “menunjukkan gejala klasik: anggaran jumbo, regulasi compang-camping, dan pemimpin proyek yang gagal memimpin.”
Sementara itu, perwakilan GPS Bersatu menambahkan bahwa gerakan ini adalah “simbol bahwa masyarakat tidak lagi mau dibodohi oleh proyek-proyek yang dijalankan tanpa standar, tanpa transparansi, dan tanpa tanggung jawab moral.”
Menuju 3 Desember: Gelombang Protes Tak Terelakkan
Dengan konsolidasi lintas organisasi dan meluasnya dukungan masyarakat, Aksi Akbar Jilid I diprediksi menjadi salah satu mobilisasi terbesar di Lombok Timur tahun ini.
Fokus utamanya jelas:
Menuntut audit konstruksi & audit anggaran secara terbuka
Meminta pertanggungjawaban Kapolres sebagai PPK/KPA
Mendesak penegakan hukum atas dugaan penyimpangan teknis dan administratif
Gerakan ini lahir bukan dari emosi sesaat, tetapi dari kajian, data teknis, dan kegelisahan moral publik yang melihat anggaran publik dikelola tanpa standar profesional.
Seperti yang ditegaskan salah satu peserta konsolidasi:
“Gedung BPKB ini bukan sekadar bangunan. Ini cermin***
(Agus_LB)













