Lombok Timur – Dinamika politik lokal di Lombok Timur kembali menghangat. Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (GEMPA) NTB tampaknya belum puas dengan sekadar menyuarakan aspirasi dalam aksi sebelumnya. Pada Selasa (2/9/2025), organisasi ini kembali mengkonsolidasikan hampir seluruh koordinator lapangan (korlap) di Lesehan Purnama, Masbagik, sekaligus di titik lain di Gelang. Agenda rapat tersebut tidak sekadar silaturahmi, tetapi menjadi ajang perumusan strategi aksi susulan yang diprediksi akan lebih keras dan fokus pada isu-isu krusial daerah.
Isu yang disorot GEMPA kali ini bukanlah perkara sepele. Menyusul kabar minimnya dana transferan dari pusat, Pemda Lombok Timur dikabarkan akan menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor pajak kendaraan. Ketua GEMPA NTB menilai langkah tersebut sebagai kebijakan yang tidak sensitif terhadap beban rakyat, apalagi ketika polemik Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) belum menemukan solusi yang adil. “Belum selesai PBB-P2, kini rakyat kembali dibebani lewat pajak kendaraan. Ini jelas menambah tekanan psikologis maupun finansial masyarakat kecil,” tegasnya.
GEMPA NTB juga menyoroti adanya pola kebijakan fiskal daerah yang cenderung instan namun minim inovasi. Alih-alih menghadirkan solusi kreatif berbasis pengelolaan potensi lokal—seperti sektor kelautan, pertanian, hingga pariwisata—pemerintah daerah justru menempuh jalur pintas dengan mengoptimalkan pungutan langsung dari rakyat. Hal ini dianggap sebagai bentuk “kemalasan birokrasi” yang hanya pandai memungut, tetapi gagal menyejahterakan.
Rapat konsolidasi GEMPA NTB menegaskan fokus perjuangan mereka bukan sekadar ikut-ikutan isu nasional, melainkan mengakar pada problem krusial daerah. Isu-isu yang akan menjadi sorotan aksi susulan mencakup:
- PBB-P2 yang menimbulkan keresahan luas di masyarakat,
- Pajak kendaraan yang berpotensi menjadi beban ganda,
- Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang kerap dipungut tanpa transparansi jelas,
- Tambak yang belum optimal memberi kontribusi bagi kesejahteraan rakyat.
Langkah GEMPA NTB ini sekaligus menjadi sindiran keras kepada Pemda Lotim. Jika isu nasional hanya dijadikan panggung simbolis, maka isu lokal adalah luka nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat. GEMPA NTB menegaskan, gerakan mereka akan tetap konsisten untuk mengawal kebijakan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak.
Dalam tradisi gerakan mahasiswa, konsolidasi adalah jantung perlawanan. Sejarah membuktikan bahwa perubahan besar kerap dimulai dari ruang-ruang kecil, dari lesehan sederhana yang melahirkan keputusan besar. Dan kini, Lesehan Purnama di Masbagik menjadi saksi lahirnya rencana perlawanan baru terhadap kebijakan fiskal yang dianggap tidak pro rakyat.
Pertanyaannya, apakah Pemda Lotim akan mendengar suara lantang ini, atau justru terus melangkah dengan kebijakan yang berpotensi memantik gejolak lebih besar? Jawaban itu mungkin akan hadir di jalanan, dalam aksi susulan GEMPA NTB yang kini tengah dipersiapkan.













