GOR Haji Agus Salim: Aset Publik Miliaran, Tapi Daerah Tak Dapat Sepeser pun

Daerah
Dilihat 208

PADANG — Kompasnews.co.id
Aset publik bernilai miliaran rupiah milik Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Stadion GOR Haji Agus Salim, kini menjadi sorotan tajam. Stadion ikonik itu digunakan sepenuhnya oleh pihak swasta—namun ironisnya, tanpa satu rupiah pun kontribusi finansial yang tercatat masuk ke kas daerah.

Hal ini diungkap oleh LSM P2NAPAS (Pusat Pengawasan Aset Negara dan Pelayanan Sosial), yang menyebut kerja sama antara Dispora Sumbar dan PT Kabau Sirah Semen Padang (KSSP) sebagai bentuk nyata dari tata kelola publik yang gagal menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya.

“Kita sedang menyaksikan aset publik yang dipakai seolah-olah milik pribadi. Tak ada transparansi, tak ada kontribusi, dan tak ada keberanian memperbaiki,” tegas Ketua Umum P2NAPAS dalam pernyataan resminya.


Potensi Besar, Manfaat Nyaris Nol

Menurut data resmi yang diperoleh P2NAPAS, potensi pendapatan dari kerja sama pemanfaatan stadion tersebut mencapai Rp1,93 miliar per tahun. Namun hingga kini, nihil kontribusi keuangan. Tak ada laporan hibah, tak ada transparansi nilai investasi, tak ada skema bagi hasil.

Lebih dari setahun berjalan, publik justru dibuat bertanya: siapa sebenarnya yang diuntungkan dari perjanjian ini? Rakyat Sumbar sebagai pemilik aset? Atau justru hanya satu entitas yang menikmati fasilitas negara tanpa kewajiban?


Perjanjian yang Cacat Sejak Awal?

Skema kerja sama yang digunakan, yakni “penggunaan untuk dioperasikan”, justru tidak sesuai regulasi. Permendagri No. 19/2016 jo. No. 7/2024 menegaskan, pengelolaan aset publik harus dilakukan oleh instansi yang memiliki fungsi operasional dan keuangan.

Masalahnya, Dispora Sumbar bukan lembaga bisnis. Ia tak punya kapasitas legal untuk menjadi operator Liga 1. Maka wajar jika publik menyebut kerja sama ini bukan hanya lemah secara hukum—namun juga mengabaikan prinsip profesionalisme.

“Ini bukan cuma soal salah pasal. Ini soal cara berpikir yang keliru dan membahayakan masa depan pengelolaan aset publik,” ujar P2NAPAS.


Gubernur Ditunggu, Bukan Sekadar Diminta

Dalam situasi seperti ini, sorotan bukan hanya mengarah ke Dispora. Gubernur Sumatera Barat dinilai perlu hadir sebagai pemimpin, bukan sekadar penonton. P2NAPAS mendesak agar tindakan korektif segera diambil, bukan hanya untuk meredam kritik, tapi untuk membangun ulang kepercayaan publik terhadap pemerintahan daerah.

“GOR ini dibangun dengan uang rakyat. Harusnya memberi manfaat kepada rakyat, bukan justru dikuasai oleh swasta tanpa kontribusi,” tegas P2NAPAS.


Empat Tuntutan P2NAPAS

Untuk memulihkan tata kelola aset daerah yang kredibel dan berorientasi publik, P2NAPAS menyampaikan empat tuntutan konkret:

  1. Audit independen atas seluruh proses kerja sama dan nilai ekonomi pemanfaatan GOR Haji Agus Salim.
  2. Evaluasi menyeluruh terhadap peran dan fungsi Dispora serta BPKAD.
  3. Revisi atau pembatalan perjanjian agar kontribusi nyata ke kas daerah menjadi syarat mutlak.
  4. Transparansi publik atas seluruh aset milik daerah yang saat ini dimanfaatkan pihak ketiga.

Kritik Tajam, Tapi Solutif

P2NAPAS menegaskan: kritik yang mereka layangkan bukanlah bentuk perlawanan terhadap kerja sama pemerintah-swasta. Sebaliknya, ini adalah ajakan serius untuk memastikan kolaborasi berjalan adil, transparan, dan menguntungkan publik.

Jika momentum koreksi ini dilewatkan, Sumatera Barat bukan hanya kehilangan pendapatan miliaran setiap tahun—tetapi juga kehilangan legitimasi moral dalam mengelola warisan publik.


Hingga berita ini ditayangkan, Gubernur Sumatera Barat dan Dinas Pemuda dan Olahraga belum memberikan tanggapan resmi. Redaksi masih menunggu klarifikasi atau penjelasan dari pihak terkait.

Redaksi

You might also like