Padang, — Kompasnews.co.id
LSM P2NAPAS Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas-Aman menabuh genderang perlawanan terhadap dugaan bobroknya tata kelola Pendapatan Asli Daerah (PAD) di sektor kelautan. Melalui laporan resmi bernomor 021/LP/P2NAPAS/VII/2025 yang ditujukan kepada Ketua DPRD Sumatera Barat, P2NAPAS menyebut telah terjadi dugaan kebocoran serius dalam pengelolaan retribusi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumbar.
Data semester I Tahun Anggaran 2024 jadi bukti awal. Target PAD retribusi sebesar Rp3,37 miliar, namun realisasi baru mencapai Rp1,19 miliar atau hanya 35,26%. “Ini bukan sekadar seret pendapatan, tapi sinyal bahaya adanya dugaan kebocoran yang sistemik dan dibiarkan,” tegas Ahmad Husein Batu Bara, Ketua Umum P2NAPAS.
LSM ini menyoroti titik rawan di UPTD Kelautan, Pesisir, dan Sumber Daya Kelautan Perikanan (KPSDKP), dengan dugaan kuat bahwa karcis retribusi beredar tanpa pencatatan resmi dan tanpa pengawasan yang layak. Bahkan lebih lanjut, P2NAPAS mengungkap bahwa selama ini tidak pernah dilakukan audit berkala atas retribusi DKP—padahal sektor ini digadang sebagai salah satu penyumbang PAD paling potensial.
“Jika DPRD tetap tutup mata, artinya mereka bukan hanya abai, tapi ikut bertanggung jawab atas kerugian negara yang sedang terjadi di depan mata,” ujar Ahmad. Ia pun menyinggung minimnya sikap kritis DPRD, khususnya komisi terkait, dalam mengawasi penyimpangan yang ia sebut “bisa jadi sudah berlangsung bertahun-tahun.”
Tak main-main, P2NAPAS mendesak Ketua DPRD membentuk Panitia Khusus (Pansus) atau forum gabungan komisi untuk menyelidiki skandal ini. Audit investigatif dari BPK atau Inspektorat Provinsi juga menjadi tuntutan utama, termasuk pemanggilan terbuka kepada Kepala DKP dan UPTD terkait.
Tak cukup di situ, P2NAPAS juga memberi ultimatum: jika dalam 14 hari tidak ada klarifikasi resmi dari DKP, maka mereka akan mendorong langkah hukum. “Kami ingin lembaga legislatif tidak hanya menjadi penonton. Sudah terlalu banyak uang rakyat yang ‘bocor ke laut’ tanpa pertanggungjawaban,” tegas Ahmad.
Sebagai penutup, LSM ini mendesak DPRD menyampaikan pernyataan terbuka kepada masyarakat. “Ini bukan soal politik. Ini soal uang rakyat yang diselewengkan. Kami hanya ingin akuntabilitas, bukan drama,” pungkasnya.
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya pengawasan publik terhadap sumber-sumber penerimaan daerah yang kerap luput dari sorotan. DPRD Sumatera Barat kini ditantang untuk memilih: berpihak pada rakyat, atau membiarkan uang rakyat terus menguap tanpa arah.
Redaksi.













