Hadist Palsu merujuk pada informasi yang disandarkan kepada Rasulullah SAW tanpa dasar yang sah, dan penyebarannya meningkat pesat di era digital melalui media social yang kita gunakan di era Informasi ini. Literasi digital menjadi penting untuk mengedukasi masyarakat agar lebih kritis dalam menerima informasi, serta untuk membedakan antara hadist yang shahih dan palsu. Upaya kolaborasi antara penyebar, penerima, dan ahli ilmu diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Pemalsuan Hadist di Media Sosial atau disebut juga dengan ”Hoax Hadist ” merupakan isu yang memerlukan perhatian serius, baik dari sudut pandang umum maupun sudut pandang Islam. Perbuatan memalsukan hadist palsu melalui platform media sosial merupakan perbuatan yang dapat memudharatkan masyarakat dengan menimbulkan kekeliruan, dan merusak ajaran agama Islam. Rasulullah SAW pernah berkata tentang bahaya penyebaran maklumat palsu termasuk hadist palsu dan menekankan kepentingan kebenaran dalam menyampaikan pesan agama.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur`an Surah (Al-Baqarah:42)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan21) dan (jangan pula) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahui(-nya).(Al-Baqarah [2]:42)
Penyebaran hadist palsu di media social adalah isu serius pada zaman digital sekarang, karena banyaknya informasi palsu tersebar dengan cepat, terutama karena sifat viral media social. Orang-orang yang menyebarkan hadist palsu memiliki berbagai tujuan, seperti: mempengaruhi opini publik atau menciptakan perpecahan dalam masyarakat tersebut. Mereka sering mengubah kata-kata dalam hadist atau bahkan membuat hadist palsu sepenuhnya. Dampaknya dapat membuat orang bingung tentang ajaran agama Islam , dan menyebabkan pertentangan di antara umat Muslim.
Integritas hadist merujuk pada keaslian dan keontentikan hadist yaitu sejauh mana kebenaran dan keshahihan hadist tersebut dapat dipercaya. Dalam era informasi digital, hadist-hadist dapat dengan mudah disebarkan melalui berbagai platform seperti media social. Namun, hal ini juga membuka pintu bagi penyebaran hadist palsu atau hadist yang tidak dapat di pertangggung jawabkan kebenarannya. Salah satu tantangan utama adalah kekhawatiran akan kehilangan originalitas hadist. Dalam era di mana informasi dapat dengan cepat tersebar dan direplikasi, perlu adanya untuk memastikan keaslian dan kebenrn setiap hadist. Kehadiran berbagai versi yang tidak terverivikasi dapat merugikan pemahaman yang akurat dan mendalam terhadap ajaran Islam.
Penyebaran Informasi melalui media social cenderung cepat dan massif, tetapi kurangnya filter dapat menyebabkan penyebaran hadist yang tidak benar atau di salah artikan. Dan tingkatkan literasi digital dan keislaman untuk memahami cara mengelola informasi secara bijak dan gunakan sumber-sumber yang dapat dipercaya seperti: kitab-kitab hadist yang telah diakui keontentikan dan keabsahannya.
Pendekatan literasi digital penting untuk meningkatkan kemampuan individu dalam memverifikasi sumber informasi dan mengenali hadist yang shahih. Solusinya mencakup pendidikan , peram aktif komunitas keagamaan, dan kolaborasi dengan platform media social untuk menanggulangi penyebaran hadist palsu. Karakteristik hadist palsu menurut Mustafa Al-Sibai dapat di tinjau dri dua dimensi yaitu: kepalsuan dalam sanadya dan kepalsuan matannya
Dampak penyebaran hadist palsu yaitu:
- Menimbulkan dan mempertajam perpecahan di kalangan umat
- Mencemarkan pribadi Rasulullah
- Mengaburkan pemahaman terhadap islam
- Melemahkan jiwa dan semangat keislaman