Pasaman Barat – Kompasnews.co.id Sebuah temuan mengejutkan kembali mencuat ke publik. Dua Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, yakni WA dan DA, diketahui tetap menerima gaji, tunjangan, bahkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) selama menjalani hukuman pidana korupsi. Ironisnya, keduanya bahkan tidak pernah diberhentikan sementara sebagaimana ketentuan yang berlaku, meski telah dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang telah inkrah sejak 2013.
Berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang, WA dan DA masing-masing dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta, serta uang pengganti Rp137 juta. Meski begitu, sepanjang masa penahanan sejak 26 November 2012 hingga vonis pada Mei 2013, WA dan DA masih menerima penghasilan penuh, bukan 50% sebagaimana ketentuan untuk PNS yang diberhentikan sementara karena menjadi tersangka pidana.
Pelanggaran Sistemik atas Regulasi
Temuan ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam penerapan aturan disiplin ASN. Surat Edaran Menpan RB Nomor B/50/M.SM.00.00/2019 secara tegas menginstruksikan agar PNS dengan putusan inkrah dijatuhi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Namun hingga lebih dari satu dekade sejak putusan, Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat baru menjatuhkan PTDH terhadap WA pada Juni 2023, sementara DA bahkan hingga kini belum dikenai sanksi serupa.
Lebih parah lagi, WA sempat diberikan promosi jabatan struktural, termasuk menjadi Kepala Bidang Layanan Kepemudaan, pasca menjalani hukuman. Hal ini menjadi ironi yang memalukan di tengah semangat reformasi birokrasi dan akuntabilitas publik.
Kelebihan Pembayaran Miliaran Rupiah
Hasil pemeriksaan menunjukkan, kelebihan pembayaran gaji, tunjangan, dan TPP kepada WA dan DA mencapai total lebih dari Rp1,5 miliar, meliputi:
WA: Rp773.619.399,50
DA: Rp800.159.011,88
Padahal, seharusnya mereka hanya menerima honor setara Tenaga Harian Lepas (THL) jika tetap dipekerjakan, bukan gaji penuh ASN aktif.
Tanggung Jawab PPK & BKPSDM Dipertanyakan
Dalam kasus ini, kelalaian bukan hanya terjadi pada level pelaksana teknis, melainkan juga menyentuh tanggung jawab manajerial. PPK (dhi. Bupati), BKPSDM, serta atasan langsung WA dan DA gagal menindaklanjuti salinan putusan pengadilan yang sebenarnya bisa diakses melalui SIPP Mahkamah Agung sejak lama.
Minimnya inisiatif untuk menindaklanjuti informasi dari BKN, serta keterlambatan memproses PTDH selama bertahun-tahun menunjukkan adanya pembiaran yang tidak bisa dibenarkan. Hal ini melanggar Pasal 81 ayat (2) huruf c UU Administrasi Pemerintahan, di mana PPK seharusnya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian sementara.
Rekomendasi: Evaluasi Total Tata Kelola ASN
Menanggapi skandal tersebut ketua umum LSM P2NAPAS Ahmad Husein Batu Bara mengatakan, Skandal ini harus menjadi momentum korektif untuk meninjau ulang tata kelola manajemen ASN di Pasaman Barat Katanya.
Husein juga menyarankan agar agar pemerintah daerah kabupaten Pasaman Barat
- Segera memproses PTDH terhadap DA tanpa penundaan.
- Menuntut pengembalian kelebihan pembayaran melalui mekanisme hukum.
- Melakukan audit menyeluruh terhadap kasus serupa yang belum terungkap.
- Memberikan sanksi kepada pejabat yang lalai menjalankan tugas sesuai regulasi.
Menurut Husein, skandal ini Lebih dari sekadar pelanggaran administratif, kasus ini mencerminkan buruknya komitmen terhadap prinsip meritokrasi dan integritas dalam birokrasi.
Jika dibiarkan, hal ini bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap ASN sebagai tulang punggung pelayanan masyarakat, tutupnya.
Redaksi.
Ctt. Redaksi: Kami mengundang tanggapan resmi dari Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat sebagai bentuk keterbukaan informasi publik. Reformasi birokrasi sejati tidak akan tercapai tanpa keteladanan dan tanggung jawab dari pemimpin daerah.