Stadion GOR Haji Agus Salim: Aset Miliaran yang “Dilepas Murah” Demi Kepentingan Siapa?

Daerah
Dilihat 398

PADANG — Kompasnews.co.id
Skandal pengelolaan aset kembali mencuat di Sumatera Barat. Stadion GOR Haji Agus Salim—kebanggaan warga Minang sekaligus aset daerah bernilai miliaran rupiah—ternyata “dilepas murah” oleh Pemerintah Provinsi tanpa kontribusi satu rupiah pun ke kas daerah.

Dalam perjanjian kerja sama yang ditandatangani Dispora dengan PT Kabau Sirah Semen Padang (KSSP), tidak ada satu pasal pun yang mewajibkan pihak swasta membayar kontribusi atas penggunaan stadion untuk Liga 1, meskipun nilai sewanya telah ditaksir oleh Kantor Jasa Penilai Publik mencapai Rp2,4 miliar per tahun.

Lebih parah lagi, estimasi kontribusi dari area yang digunakan PT KSSP—lapangan utama dan beberapa fasilitas pendukung—mencapai Rp1,93 miliar. Tapi angka ini lenyap dari dokumen perjanjian.

Pertanyaannya: siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya potensi PAD nyaris Rp2 miliar ini? Dan siapa yang diuntungkan?

Perjanjian Tanpa Nilai, Kebijakan Tanpa Akal Sehat

Kerja sama ini dibungkus dengan skema “penggunaan untuk dioperasikan”—padahal ini hanya diperuntukkan untuk pelayanan publik, bukan kegiatan bisnis seperti Liga 1. Klub profesional jelas adalah entitas komersial. Ini bukan urusan pelayanan pemuda dan olahraga, ini murni bisnis—tapi bisnis yang bebas kontribusi!

Mengacu pada aturan resmi: Permendagri No. 19 Tahun 2016 jo. Permendagri No. 7 Tahun 2024, pemanfaatan BMD oleh swasta hanya sah jika mendukung tugas SKPD. Stadion digunakan untuk kompetisi profesional? Itu bukan tugas Dispora.

Artinya, kerja sama ini secara hukum patut dipertanyakan. Salah alamat. Salah fungsi. Salah skema.

PT KSSP Berkelit, Pemerintah Pasrah

PT KSSP berdalih nilai kontribusi terlalu berat. Mereka mengeluh soal biaya renovasi, masa kontrak yang pendek, dan minimnya ruang eksploitasi bisnis. Lalu, mereka menyodorkan hibah Rp500 juta sebagai kompensasi. Tapi faktanya:

Hibah itu belum ada dokumen tertulis.
Belum ada realisasi satu rupiah pun.
Renovasi sudah berjalan tanpa laporan resmi.
Dan stadion sudah digunakan. Gratis.

Publik layak bertanya: di mana wibawa pemerintah? Mengapa mudah sekali tunduk pada keberatan swasta, tapi abai pada hak keuangan daerah?

Dua Kali Tekor: PAD Hilang, Retribusi Ambles

Skema kerja sama ini bukan cuma gagal mendatangkan PAD, tapi juga mematikan sumber retribusi rutin Dispora. Jogging track dan lapangan yang dulu menghasilkan Rp188 juta kini menguap karena tidak lagi ditarik retribusinya.

BPKAD mengambil alih pengelolaan aset sebagai BMD, tapi gagal menetapkan nilai kontribusi. Hasilnya: double loss. Tidak ada retribusi, tidak ada PAD.

Siapa yang Bertanggung Jawab?
Ada dua institusi yang patut disorot:

Dispora, karena menyusun perjanjian tanpa mencantumkan nilai kontribusi.

BPKAD, karena tidak mengambil langkah tegas menetapkan kewajiban finansial terhadap aset bernilai tinggi.

Apakah ini karena kelalaian? Atau ada sesuatu yang lebih dalam?

Gubernur Harus Bertindak, Bukan Diam

Skema kerja sama yang merugikan seperti ini bukan sekadar kekeliruan administratif. Ini adalah bentuk pembiaran terhadap potensi kerugian daerah. Gubernur Sumatera Barat mesti turun tangan segera. Bukan sekadar “setuju koreksi”, tapi mengambil alih evaluasi perjanjian dan menarik kembali hak daerah atas aset publik.

Jika tidak, maka publik berhak bertanya:

Apakah Stadion GOR Haji Agus Salim dibangun untuk rakyat, atau justru telah berubah menjadi panggung elite dengan akses istimewa?

: Aset Daerah Bukan Milik Pribadi

Kasus ini menjadi cermin buruk bagaimana aset daerah bisa digunakan tanpa kontribusi, dikelola tanpa transparansi, dan diserahkan begitu saja tanpa arah kebijakan yang tegas. Kalau ini dibiarkan, Sumbar tidak hanya kehilangan miliaran rupiah—tapi kehilangan wibawa, kehilangan integritas, dan kehilangan kepercayaan publik.

Redaksi.

You might also like