DPRD Kota Padang 2024: Ketika Representasi Rakyat Gagal Memberi Teladan

Daerah
Dilihat 247

Padang — Kompasnews.co.id Kompasnews.co.id
Di tengah tuntutan efisiensi anggaran dan gaya hidup sederhana yang menjadi sorotan nasional, DPRD Kota Padang justru menampilkan ironi. Anggaran Rp624 juta untuk pengadaan pakaian dinas tahun 2024 bukan hanya mencederai rasa keadilan publik, tapi juga memperlihatkan lemahnya kesadaran institusional terhadap esensi pelayanan rakyat.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak bisa dianggap remeh: potensi kelebihan bayar sebesar Rp193,97 juta dengan sebagian penggunaan dana yang tidak sesuai spesifikasi. Mekanisme pengadaan bahkan melewati prosedur standar dengan penggunaan voucher terbuka—sebuah praktik yang menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan akuntabilitas.


Ketika Regulasi Diabaikan, Keteladanan Dipertaruhkan

Ahmad Husein, Ketua Umum LSM P2NAPAS, menyebut pengadaan beberapa jenis pakaian dinas telah melampaui batas yang ditetapkan Peraturan Wali Kota Padang No. 45 Tahun 2017. Contohnya, Pakaian Sipil Resmi (PSR) dibayar Rp2,75 juta per stel, lebih tinggi dari batas maksimal Rp2,5 juta. Pakaian Sipil Lapangan (PSL) bahkan mencapai Rp4,2 juta, melebihi pagu Rp4 juta.

“Kelebihan ini bukan lagi soal kelalaian teknis. Ini adalah bentuk pembiaran sistemik yang melemahkan akuntabilitas publik,” ujar Husein.

Yang patut disorot, pengadaan dilakukan tanpa surat pesanan resmi. Alih-alih mengikuti kebutuhan institusi, anggota dewan memiliki keleluasaan menjahit pakaian secara bebas, bahkan di luar daftar resmi. Uang negara tetap dibayarkan, meskipun verifikasi barang tak dilakukan.


Dalih Harga Pasar Tak Layak Jadi Alibi

Pihak DPRD menyebut harga mengikuti fluktuasi pasar. Namun dalam tata kelola keuangan negara, dalih semacam itu tak bisa dijadikan pembenar atas pelanggaran regulasi. Fleksibilitas pengadaan semestinya tetap berada dalam rel hukum dan etika publik.

Dari total potensi kelebihan bayar, baru Rp56,15 juta yang dikembalikan ke kas daerah. Lebih dari Rp137 juta lainnya masih belum memiliki kejelasan tindak lanjut. Ini bukan hanya menyisakan beban fiskal, tapi juga mengaburkan prinsip pertanggungjawaban.


Dibutuhkan Evaluasi Sistemik, Bukan Sekadar Klarifikasi

Lemahnya pengawasan, baik internal maupun eksternal, tampak jelas dalam kasus ini. Bila Peraturan Wali Kota dan hasil audit BPK bisa dilangkahi dengan mudah, maka ini adalah sinyal perlunya koreksi menyeluruh atas sistem pengendalian belanja publik di DPRD.

Respons pimpinan pun belum mencerminkan keseriusan. Ketua DPRD Kota Padang, H. Muharlion, S.Pd., hanya menyatakan bahwa hal itu menjadi tanggung jawab Sekwan. Sementara Sekretaris DPRD, Hendrizal Azhar, SH, MM., belum memberikan klarifikasi resmi.

Dalam konteks kepercayaan publik, membagi tanggung jawab administratif tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah kepemimpinan moral yang mampu menjawab sorotan dengan solusi, bukan keheningan.

Redaksi

You might also like