Ketika Etika Disangkal, Demokrasi Goyah: P2NAPAS Desak KPU RI Bersikap Tegas Terkait Skandal Etik KPU Pasaman

Daerah
Dilihat 328

JAKARTA – 20 Juli 2025 | Redaksi P2NAPAS

Setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terhadap seluruh Komisioner KPU Kabupaten Pasaman, LSM Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas-Aman (P2NAPAS) melayangkan surat resmi kepada Ketua KPU Republik Indonesia. Lewat surat bernomor 025/P2NAPAS/VII/2025, P2NAPAS menyampaikan desakan dan permintaan konfirmasi atas tindak lanjut yang semestinya sudah dilakukan oleh KPU RI.

Dalam surat tersebut, P2NAPAS menyebut peristiwa ini sebagai “bukan sekadar pelanggaran personal, melainkan alarm sistemik” yang memperlihatkan cacatnya rekrutmen dan lemahnya kontrol internal lembaga penyelenggara Pemilu di daerah.

“Kami tidak sedang membahas insiden administratif biasa. Ini adalah soal legitimasi Pemilu yang dipertaruhkan,” ujar Ahmad Husein Batu Bara, Ketua Umum P2NAPAS.

Komisioner Masih Aktif, Kepercayaan Publik Dipertaruhkan

Meski telah dijatuhi sanksi etik oleh DKPP, kelima komisioner—Taufik (Ketua), Yansuardi, Elfy Syafri, Sulastri, dan Yuli Yusran—masih tercatat aktif menjalankan fungsi kelembagaan. Publik bertanya: di mana sikap tanggap KPU RI?

P2NAPAS menyatakan bahwa membiarkan pelanggar etik tetap berada dalam struktur kelembagaan adalah bentuk pembiaran yang berbahaya.

Desakan Tiga Arah: Evaluasi, Tindak Tegas, Libatkan Rakyat

Melalui surat terbuka yang ditujukan langsung kepada Ketua KPU RI, P2NAPAS meminta kejelasan atas tiga hal:

  1. Langkah konkret dan tindak lanjut yang telah atau sedang dilakukan KPU RI atas putusan DKPP;
  2. Apakah ada langkah evaluatif atau sanksi tambahan guna memulihkan integritas kelembagaan di KPU Pasaman;
  3. Komitmen KPU RI untuk melibatkan masyarakat sipil dalam reformasi penyelenggaraan Pemilu di daerah rawan konflik etik.

Menurut P2NAPAS, ini bukan hanya soal menegakkan aturan, tetapi soal memulihkan kepercayaan rakyat terhadap demokrasi.

“KPU RI bukan hanya pengelola teknis, tetapi penjaga moral dari kepercayaan elektoral rakyat. Ketika etika dikompromikan, pertandingan demokrasi kehilangan legitimasi,” tegas Husein.

Demokrasi Bukan Formalitas, Reformasi Harus Nyata

P2NAPAS mengingatkan bahwa demokrasi tidak boleh direduksi menjadi rutinitas legalistik belaka. Tanpa etika, Pemilu hanya akan menjadi ritual kosong tanpa makna substantif.

“Demokrasi tidak berhenti di TPS, tapi hidup lewat kepercayaan publik pada integritas lembaga. Jika pelanggar etik tetap duduk di kursi kekuasaan, maka demokrasi berubah jadi sandiwara,” kata Husein.

P2NAPAS Buka Kanal Advokasi, Tunggu Jawaban KPU RI

P2NAPAS menyatakan siap membuka ruang advokasi dan dialog konstruktif untuk memperbaiki sistem dari dalam. Dalam semangat itu, organisasi ini menunggu konfirmasi tertulis dari KPU RI sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas.

Surat kritik ini bukan bentuk oposisi, tapi undangan terbuka untuk introspeksi dan pembaruan. Karena bagi P2NAPAS, menjaga demokrasi bukan pekerjaan musiman, tapi tanggung jawab kolektif tanpa tenggat waktu.

You might also like