Kompasnews Pasaman Barat sabtu tanggal 11,11,2023 , engan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, anak cucu kemanakan Mangkuto alam pado api dari SD 03 talamau mempersembahkan sebuah tarian Minang kepada kedua mempelai atau pengantin baru, persembahan tarian anak cucu kemanakan Mangkuto alam pado api ini merupakan salah satu tradisi dari nenek moyang kami yang secara turun temurun.
Berdasarkan Tambo adat yang dimiliki Mangkuto alam di tinggam, asal usul Mangkuto alam lebih kurang 700 tahun lalu, dikisahkan bahwa turun lah tiga orang kakak beradik dengan suku Caniago yang berasal dari suliki gunung emas, dimana ketiga kakak beradik tersebut terdiri dari sepasang suami istri dan adik nya bernama Alif Datuak Mangkuto. Mereka pergi mencari daerah, melalui siamang bunyi turun ke Rao, dari Rao menuju bukik gantiang.

Dari atas bukit gantiang mereka melihat kebawah dan tampak suatu daratan yang bisa di jadikan perkampungan sebagai tempat penghidupan. Penglihatan melihat kebawah itu sangat curam atau di sebut juga dengan tinggam. Dari kata tinggam itu lah kemudian menjadi nama tinggam.
Setelah beberapa lama menetap hidup dan membuat perladangan, suami istri tersebut dikaruniai lima orang anak , empat perempuan dan satu orang laki-laki yang didalam adat Mangkuto alam dinamakan empat anduang limo Selo. Setelah lebih kurang tiga puluh tahun sejak kedatangan dan membangun Taratak dan perladangan di tinggam, Datuak Mangkuto datang menghadap ke DAULAT PARIK BATU di simpang empat dengan tujuan memintak gelar Soko dan tanah Ulayat.
Setelah melalui proses perundingan oleh daulat beserta hakim nan sembilan maka diputuskan Datuak Mangkuto diangkat sebagai kemenakan oleh daulat dan diberi gelar adat yaitu Datuak mandindiang alam, setelah gelar di berikan, Datuak Mangkuto meminta kepada daulat agar gelar yang di berikan oleh daulat kepada beliau ikut membawa nama Soko yang telah beliau bawa dar suliki yaitu Datuak Mangkuto.

Maka kemudian atas persetujuan daulat dan hakim nan sambilan, gelar Datuak mandindiang alam di rubah menjadi Datuak Mangkuto alam. Karena Mangkuto alam meminta perubahan nama gelar kepada daulat, maka dinamakan , MANGKUTO ALAM ADALAH RAJA BEPERMINTAAN .
Soko adat yang diberikan oleh daulat, terdiri dari tiga fungsi. 1, Mangkuto alam sebagai penghulu, 2 , Mangkuto alam sebagai Datuak, 3 , Mangkuto alam sebagai raja. Setelah diberikan tiga pungsi adat oleh daulat, maka resmilah Datuak Mangkuto alam sebagai, pucuk bulek urek tunggang di tinggam yang bersifat, gantiang nan ka mamutuih, biang nan menembus.
Dimana segala kegiatan kegiatan adat yang diadakan oleh Datuak Mangkuto alam tidak meminta izin kepada daulat. Tetapi wajib melaporkan segala keputusan keputusan adat kepada daulat parik batu untuk di ketahui dan diresmikan, agar hubungan tidak terputus antara mamak dan kemanakan.
Setelah Soko adat di berikan oleh daulat, Datuak Mangkuto alam mempunyai hak otonom dalam segala bentuk kegiatan dalam mengurus kemenakan.
Karena Datuak Mangkuto alam berkehidupan dan mendiami suatu tempat atau suatu daerah pemukiman yaitu tinggam , maka dalam rangka menjamin kehidupan anak kemanakan yang telah berkembang, Datuak Mangkuto alam meminta tanah Ulayat kepada yang. DIPETUAN KINALI.
Sehingga di dalam moto adat di tinggam berbunyi,, yang di pertuan daulat parik batu berbingkah adat,, dan yang dipertuan Kinali berbingkah tanah,, dalam arti kata,, sistem pemerintahan adat Datuak Mangkuto alam diberikan oleh daulat parik batu dan tanah Ulayat di berikan oleh yang di pertuan Kinali.
Di dalam adat Mangkuto alam dikatakan,, penghulu berbatas cucuran air,, dan raja berbatas bukit,, yang artinya segala air yang mengalir dari pematang bukit menuju tanah Ulayat yang di berikan yang dipertuan Kinali menjadi HAK ULAYAT MANGKUTO ALAM.
Pulai bapakek naik,, maningakan rueh Jo buku,, manusia bapangkek turun maningga kan amanat Jo pepatah,, diinjak indak kalayua,, dibubuik indak kan mati,, baitu di jawek dari nan tuo tuo.