Tim Investigasi GEMPA NTB Bongkar Borok Pajak, Perjalanan Dinas, dan Skandal Dana Kesehatan Lotim

Daerah
Dilihat 295

Tim investigasi GEMPA NTB menemukan fakta mencengangkan dalam tata kelola keuangan Lombok Timur. Sejak tahun 2024 hingga Agustus 2025, penagihan obyek pajak (opjar) dilakukan secara besar-besaran, menjerat masyarakat dengan tagihan yang melambung. Banyak warga mengeluh karena sejak 2023 beban pajak semakin berat, bahkan ada yang dipaksa membayar tunggakan sejak 2014. Rakyat merasa diperas habis-habisan, seolah pemerintah daerah menjadikan mereka sapi perah demi menambal kebocoran kas.

Ironisnya, ketika gelombang keluhan ini memuncak, Bupati Lombok Timur hanya menjawab dengan kalimat sederhana: “tidak pernah menaikkan pajak.” Sebuah pernyataan yang terdengar konyol, sebab posisi bupati tidak hanya sekadar pewarta pajak, melainkan pengambil kebijakan yang bisa menurunkan beban rakyat. Alih-alih memberi solusi, bupati justru tampak berlindung di balik retorika kosong.

Kegagalan pemerintah daerah juga tampak pada sektor perusahaan daerah. Alih-alih menjadi motor penggerak PAD, perusahaan-perusahaan ini justru mandul dan lebih berfungsi sebagai bisnis segelintir elit. Publik menilai, PAD tidak pernah tumbuh dari sektor produktif, melainkan dari pemerasan pajak yang semakin mencekik. Perusahaan daerah gagal menjalankan misi, sementara rakyat terus menanggung beban.

Investigasi GEMPA NTB kemudian menyoroti anggaran perjalanan dinas, khususnya di Dinas Kesehatan dan DPRD Lotim. Data awal menunjukkan adanya pos perjalanan dinas yang membengkak dari tahun 2023, namun manfaatnya nihil. Tidak ada perbaikan layanan publik, tidak ada inovasi kebijakan, hanya barisan laporan kertas yang dipajang di rak. Pertanyaan pun mengemuka: perjalanan dinas ini untuk meningkatkan kinerja atau sekadar jalan-jalan berlabel resmi?

Yang lebih memprihatinkan, di balik anggaran kesehatan yang gendut, pelayanan rumah sakit justru makin terpuruk. Antrian pasien menumpuk, obat sering kosong, dan tenaga medis kewalahan menghadapi beban kerja. Indikasi lebih serius muncul ketika tim investigasi menemukan dugaan penyimpangan pada klaim BPJS dan dana kapitasi. Ada dugaan klaim berlebih (overclaim) terhadap BPJS, serta dana kapitasi Puskesmas yang dialokasikan tidak sesuai aturan, lebih banyak habis untuk biaya operasional fiktif ketimbang layanan nyata untuk masyarakat.

Skema seperti ini menimbulkan kecurigaan kuat bahwa dana kesehatan yang semestinya digunakan untuk meningkatkan mutu layanan justru dijadikan ladang bancakan. Klaim BPJS yang seharusnya transparan diduga dimanipulasi untuk memperbesar pemasukan rumah sakit, sementara masyarakat tetap harus merogoh kocek sendiri demi mendapat layanan. Akibatnya, meski rakyat patuh membayar pajak dan iuran BPJS, kualitas layanan kesehatan tetap stagnan, bahkan cenderung menurun.

Tim investigasi GEMPA NTB menyimpulkan bahwa praktik ini bukan sekadar salah urus, melainkan berpotensi masuk ranah tindak pidana korupsi. Jika indikasi ini benar, maka skandal pajak, perjalanan dinas, dan dana kesehatan menjadi bukti bahwa tata kelola keuangan daerah di Lombok Timur sedang sakit parah. Rakyat diperas lewat pajak, pejabat bersenang-senang lewat perjalanan dinas, sementara rumah sakit menjelma sebagai mesin uang baru melalui klaim BPJS dan dana kapitasi. Inilah potret buram daerah yang lebih sibuk menghitung keuntungan elit daripada menyembuhkan penderitaan rakyatnya.

(Bayu_99)

You might also like